Sebentuk wajah mungil muncul dari
balik pot tanaman. Oh my...bayi darimana ini? Kulihat perut Mak Jabrik masih
terlihat penuh. Mak Item juga tak tampak bunting. Siapa kamuuu? Dia menyelinap
di balik tanaman. Mata bulatnya menatapku dari balik dedaunan. Bayi baru lagi?
Duh..
Anak-anak di rumah ada 9. Tapi di
luar ada beberapa kucing yang suka hadir pada jam-jam makan. Beberapa kawan
punya istilah indoor dan outdoor. Indoor untuk kucing-kucing yang segala
aktivitasnya di dalam rumah, kalau pun keluar rumah sekali waktu saja. Outdoor untuk kucing-kucing di luar yang ikut ‘ditanggungjawabi’
kehidupannya. Nah, aku tidak (atau belum) bisa menyebut demikian. Karena
pengistilahan pun buatku artinya adalah komitmen. Aku menyebut mereka –para
kucing liar di luar sebagai- stray. Ada
tanggungjawab yang berbeda. Bukan berarti aku mengabaikan kalau mereka sakit,
aku pasti akan melakukan sesuatu tapi tak akan seintens aku melakukannya untuk
anak-anak di dalam rumah. Aku baru mampu sebatas memberi mereka makanan dan
vitamin atau obat secukupnya. Nah, beberapa stray yang tak pernah absen adalah
Mak Jabrik dan Mak Item. Sudah lama aku mengagendakan steril buat keduanya.
Tapi akhirnya berbagai hal lain yang lebih menjadi prioritas. Terutama
terkait kesehatan anak-anak yang sedang banyak masalah.
Aku tak ingat sejak kapan Mak Jabrik
dan Mak Item mulai ke rumah. Yang aku cukup ingat adalah Mak Jabrik yang
awalnya sering terlihat di depan sebuah rumah dari tetangga yang baru pindah. Dulu
kuduga dia dipelihara tetangga tersebut karena sempat kulihat pula ada kucing
gondrong yang dikurung dalam kandang. Untuk kurun sekian lama aku cukup
memperhatikan meski sambil lalu. Sempat menimang bayinya, ketika si Mak baru
melahirkan. Tapi tak berapa lama berikutnya anaknya tak ada. Bunting lagi lalu
ada anaknya yang lain. Entah berapa kali kuperhatikan. Sekali sempat kudengar
cerita dari anak-anak yang suka kepo sama meong-meong rumah, anak Mak Jabrik
mati. Terlindas motor. Saat itu sekalian kutanyakan kenapa kucing gondrong tak
kelihatan lagi. Jawabnya: dijual. Hmm..dijual. Apakah Mak Jabrik sebetulnya
awalnya dipelihara dan lantas diabaikan ketika kebobolan bersama garong? Ah,
aku tak melanjutkan dugaan-dugaanku. Tak merasa perlu konfirmasi juga.
Mak Jabrik bunting lagi. Kulihat dia
beberapa kali pindah lokasi ke beberapa rumah kosong. Hingga suatu malam
kudapati dua bayinya diserang garong. Mati. Aku sempat mendapati salah satunya
masih bernafas. Tak lama kemudian bayi mungil itu menyusul saudaranya. Setelahnya
Mak Jabrik jadi sering ke rumah untuk minta makan. Aku mulai lebih cermat mengamati.
Matanya buta sebelah. Bekas chlamydia? Entah. Perutnya bengkak. Bunting
lagikah? Entah juga.. Aku tak mau memikirkannya. Aku melanjutkan saja
‘kewajiban’ memberinya makan dan minum. Hingga hari itu, sekitar seminggu
sebelum Lebaran, tiba-tiba sosok bayi umur sebulanan muncul di halaman.
Awalnya agak meragukan. Selain perut
yang masih tampak buncit, awalnya tak kulihat ada kedekatan antara Mak Jabrik
dan si bayi. Hingga kemudian di ujung hari kudengar ‘meongan emak memanggil
anak’. Ah, sungguh mengharukan. Meongan itu di kupingku terdengar indah. Dan
begitu saja ‘rasa’ itu telah mengubah banyak. Aku merasa perlu memberikan
perhatian ekstra ke emak. Kalau sebelumnya hanya kusediakan makan di piring di
halaman, kini selalu kupastikan emak makan dengan benar. Tak boleh kelaparan
karena dia punya bayi; menyusui. Kusediakan kandang kecil di teras rumah.
Senang sekali mendapati anak beranak ini mau memanfaatkan kandang. Udara dingin
di luar, itu yang kubayangkan. Tapi aku pun tak sanggup untuk membawa mereka
masuk ke rumah. Kupikir: mungkin sekarang aku bisa punya istilah ‘kucing
outdoor’.
Tapi lalu si emak bikin khawatirkan. Seperti kita tahu, pada masa
tertentu kucing membawa anaknya berpindah tempat. Ada yang mengatakan kucing
mengajak anaknya berpindah-pindah tempat hingga tujuh kali. Entah apa teori itu
betul-betul berlaku. Beberapa kali aku melompat pagar tetangga (yang sedang
mudik) hanya untuk mengambil si bayi yang disimpan di bawah mobil. Tak mudah,
karena si bayi belum mengenalku. Jadi ibu meong dipaksa ndlosor-ndlosor di
bawah mobil. Ck ck ck.. segitunya. Mungkin begitu kata orang. Tapi yang kupikir
hanya si bayi saat itu sudah mulai belajar makan. Emaknya makan sendiri ke
rumah, sedangkan anaknya ditinggal di bawah mobil. Kan ga tega to?
Lalu ada informasi dari kawan-kawan
permeongan akan diadakan baksos steril. Tak berpikir dua kali, daftar. Apalagi
sebelumnya ada customer Aa Naga yang sengaja memberikan uang lebih untuk
belanjanya. Cukup buat mensterilkan emak. Dan tentunya dengan catatan: perut si
emak buncit, ada kemungkinan punya sakit tertentu. Hari-H datang juga. Emak
akan pergi steril. Kubawa serta si bayi. Lumayan, sambil menunggu jadwal dia
masih bisa nyusu emaknya. Aku menitipkan mereka ke kakak-adik Indah dan Ayu
yang ikut steril juga dan mengendarai mobil. Karena membawa dua sekaligus untuk
jarak cukup jauh, Cikoneng-Pasteur, agak riskan.
Kali ini aku deg-degan, entah kenapa.
Aku sudah mensterilkan sekian anak. Bisa jadi membayangkan kemungkinan buruk
yang bakal menimpa emak, sementara aku masih menikmati keharuan menyaksikan
hubungan mereka, ibu dan anak ini. Pernyataan dari salah satu vet sempat bikin
kalut, meski dalam hati aku tak yakin. Disebutkan si emak kemungkinan FIP
basah. Sejauh yang kutahu, FIP menyerang kucing di bawah setahun. Jarang
dijumpai kasus terjadi pada kucing dewasa. Aku tak tahu umur si emak. Tapi
kurasa dia sudah lebih dari 5 tahun. Vet menyebutkan kemungkinan yang terjadi
kalau pembedahan dilakukan terhadap kucing FIP basah. Kubilang: aku ambil
risiko. Maka begitulah, emak dioperasi. Aku tak yakin dengan diagnosa FIP itu.
Tapi tak urung kabar itu membuatku sedih. Kupilih warung tenda kupat tahu untuk
bersedih-sedih. Tentunya sambil tetap berharap emak akan baik-baik aja.
Operasi tuntas. Kabar baik kuterima
dari mbak Edhi Purwa: emak juga kebanyakan lemak di perut. Tapi katanya
ditemukan pula miyom di rahimnya. Semoga tak menyebar. Setidaknya saat ini emak
aman, tak terpaksa bunting lagi.
Sejak beberapa hari sebelum operasi
–karena menghindari dia pergi jauh sebelum steril- emak ‘terpaksa’ dibawa masuk
rumah. Dan setelah operasi tentunya juga tak bisa membiarkan dia keluyuran di
luar. So, artinya? Artinya mereka menjadi warga keluarga kucing Cikoneng. Kalau
ada yang mau mengadopsi, aku akan mensyaratkan ‘mereka tak boleh berpisah’
alias harus diadopsi berdua. Sementara ini mereka akan berbagi ruang dan
makanan seadanya dengan saudara-saudara meongnya yang lain. Agak khawatir karena
masih ada penyakit yang belum mau hengkang dari rumah ini. Semoga mereka selalu
sehat yaaa..
Bayi Jabrik ternyata gampang
adaptasi. Tak manja memang, tapi tak lagi takut sama ibu. Pun sama
saudara-saudaranya. Gampang adaptasi dan cuek. Dia merekatkan bayi Beru dan
bayi putih kuning. Dia mau mendekati kucing-kucing senior lainnya. Dia bermain
dengan cerita; lari-lari, panjat pohon, main ayunan.. Semoga ia tumbuh sehat
hingga besar nanti.
Update:
BJ tak bertahan sampai dewasa. Saat dipersiapkan untuk ikut steril 1-2 bulan lagi, mendadak dia sakit. Lagi-lagi: panleu 😓 BJ terbang saat dibawa Ibu Meong ke studio siaran, sebelum ketemu dokter di waktu yang dijanjikan. Baca ceritanya di sini: Selamat Jalan, Bayi Jabrik Ibu
No comments