Beru Meong, Si Anak Beruang

Dia gemar menggigit. Kujuluki bayi beruang. Meski entah, aku tak tahu apa bayi beruang juga gemar gigit-gigit. Terlintas begitu saja. Dia bayi jalanan yang suka bercokol di ujung blok. Hingga ia memutuskan rumah ibu meong sebagai huniannya 😀


Matanya lingas. Pertanda bandel. Awalnya kuduga dia adalah anak betina stray yang sempat kuliat di atap tetangga seberang. Bayinya dua ekor. Ternyata bukan. Bukan bagian dari anak dua itu, tapi kemungkinan memang anaknya itu mamak. Pertama kujumpai dia saat belanja di warung tetangga. Mengeong lapar. Kubawa ke rumah, kusediakan makan sepiring kecil di halaman. Lahap sambil gegeremengan. Emosi kucing lapar ditambah dengan ketakutan pada tatapan kucing-kucing rumah. Setelah makan dia langsung ngibrit meninggalkan halaman. Entah kemana..

Besoknya kujumpai dia di halaman rumah tetangga, tak jauh dari warung. Kebetulan si empunya rumah sedang di halaman. “Ga niat dipelihara, kalau ada makanan aja dikasih.” Begitu penjelasan si bapak saat kutanya perihal si bayi. Hmm..baiklah. Setidaknya dia aman, tidur di tumpukan sepatu, sesekali dapat makan. Tapi karena tak begitu yakin soal makannya, tiap malam aku mengirimi ransum. Malam, ketika semua penghuni sudah tidur. Saat aku menemani Menik jalan-jalan malam. Awalnya aku musti memanggil-manggil. Lirih, takut membangunkan penghuni rumah. Berikutnya, tiap melihatku dia langsung lari menghampiri, menuju jalan. Lalu mengunyah dengan cepat makanan yang kusodorkan. Begitulah hari-hari rutin bersama si bayi beruang. Dia makin mengenaliku, bahkan sudah mengenali suara motorku. Tapi, tetap, sangat takut dengan anak-anak meong rumah. Maka mengejutkan ketika suatu malam dia menyusul ke rumah, tak lama setelah aku memasukkan motor ke halaman. 

Beberapa waktu berselang, Teteh -yang tak lagi kerja di rumah, datang untuk ikut menjahit. Ia bercerita, si empunya rumah bayi beruang suka tidur, datang ke rumah. Bertanya tentang kemungkinan menyerahkan si bayi ke rumah. Mereka tak sanggup memberi makan. Hmmm.. padahal setiap malam aku memberinya makan. Dan padahal anak perempuannya kulihat sering ajak bayi kucing itu bermain. Tapi tentunya kita tak bisa memaksa orang untuk peduli. Bagiku sudah cukup sopan dia datang ke rumah dan bertanya. Saat Teteh bercerita, sesungguhnya si bayi sudah memberanikan diri masuk rumah. Coba-coba menawarkan diri jadi penghuni. Kehilangan Menik masih terlalu berat buatku menerima kehadiran kucing lain. Belum lagi virus yang tak hentinya menghantui ketenteraman rumah. Baiklah, dia sudah setengah terusir dari tempat numpang tidurnya. Dia yang sebatang kara, siapa yang tega? Om Naga pun membuat pengumuman: adakah yang mau adopsi?


Respon datang dari Mbak Indira Prameswari. Deg! Aku merasa dejavu pada peristiwa kematian Menik. Memandikan kucing, menerima telepon, kematian. Sepekan berikutnya, kawan permeongan, Rika bercerita tentang Oscar yang mendadak sakit serius. Persis di hari yang sama, Sabtu: memandikan kucing, menerima telepon, kematian. Kali ini kematian Oscar. Respon dari Mbak Indira terus terang bikin was-was. Beberapa bulan lalu, saat kedatangan bayi telantar, lalu Om Naga membuka adopsi, Mbak Indira yang merespon untuk adopsi. Kalau kemudian bayi beruang mengalami gejala yang sama dengan bayi terdahulu, entah apakah karena memang ulah virus yang masih bercokol di rumah ataukah kekhawatiranku memberi sugesti negatif. Yang jelas saat sakitnya makin memburuk suatu kali, kubisiki dia: Engga..engga..bayi beruang ga akan diadopsiin. Bayi beruang jadi anak ibu. Sembuh ya...Berusaha lakukan penanganan sendiri (aku masih mengalami trauma mengunjungi vet), akhirnya kesehatan bayi beruang berangsur membaik.

Adaptasinya sudah lumayan. Awalnya yang sama sekali takut dengan penghuni lain, kini sudah tak terlalu berjarak. Kecuali Mimi, yang sepertinya paling menakutkan buatnya. Ke ibu, kegemarannya menggigit. Kaki, tangan, jangan harap selamat. Kalau sudah ngantuk berubah, ngempeng. Baju kaos habis diempeng. Kucoba kasih dot dengan susu botol, ga doyan. Yo wis, silakan ngempeng dah sampai lelap 😊 Dia yang tadinya tidur di tempat-tempat nyempil tersembunyi, sekarang tidur di leher, di lengan, atau di samping kepala ibu.  

Jadi, bayi beruang jadi penghuni rumah Cikoneng? Yaaa begitu deh.. Aku belum memberinya nama. Tapi Amo suka nyebut dia si Beru. Hmm..tak terlalu buruk sih. Sehat terus ya, Beru...




No comments